Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Yang Di Atas Boleh, tapi yang Di Bawah Jangan



Tahun 2017 saya masih ingat kata salah satu dosen saya waktu itu, beliau mengatakan begini, "cara terbaik untuk membuat bisu para pemikir adalah menjadikannya aparatur negara".

lalu saya bertanya, apa maksudnya Pak? Beliau menjawab, karena pengeritik hanya lahir dari para pemikir, dan para pemikir hanya bisa tunduk dengan aturan. 

Lalu saya pun membalas pernyataan beliau, " Lah memang apanya salah Pak, kan mengikuti aturan, mengikut hukum"?. Salahnya dimana? 

Lalu beliau menjawab begini, "aturan tidak salah, namun aturan adalah aturan, dan diatas aturan ada manusia", "walaupun ada aturan bersifat kaku, namun manusia bersifat fleksibel".

Sifat fleksibelitas manusialah yang berbahaya, dapat mengubah aturan sesuai dengan kepentingan. 

Tahun 2024 ini baru saya sadar maksud beliau, 3 tahun menjadi PNS menjadikan saya dan teman-teman kaku, takut mengkritik, takut berpolitik, dikira golput, buta politik. 

Apapun profesi Rakyat, semua rakyat boleh bersuara, mengkritik pemerintah, walaupun 0,01% kemungkinan didengarkan. 

Apakah pemulung boleh? Sangat boleh, bahkan di utamakan, rakyat miskin adalah prioritas negara. Indikator suatu negara maju tidaknya tergantung "rakyat miskin".

Namun sayang, zaman sekarang pengeritik dianggap sok pintar, dan bahkan gila. 

Padahal, kalau kita melihat sejarah, sejarah kelam negara kita adalah ketika pemerintah anti kritik di zaman orde baru. 

Presiden waktu itu menjadi Presiden terkorup sepanjang sejarah Indonesia, dan menempati posisi kedua dunia. 

Adanya kritik membuat negara sadar bahwa, pemerintah bukan kekuasaan tertinggi, hakikat kekuasaan tertinggi adalah "rakyat". Mereka hanya "diamanahkan" paling lama 10 tahun. Jabatan tertinggi dan terlama adalah Rakyat. 

Oke kembali ke topik, "Yang Di Atas Boleh, tapi Yang Di Bawah Jangan".

Kalau di pikir pikir, negara kita agak aneh, nyalon jadi Presiden, Gubernur, Bupati tidak harus S1, sedangkan kalau mau jadi PNS wajib minimal S1. 

Di sisi lain, "SK PNS" di tandatangani oleh jabatan mereka. 

Di sisi lain lahirnya UU No. 5 tahun 2014 menegaskan ASN tidak boleh ikut parpol dan tidak boleh berpihak secara terang-terangan, namun di sisi lain, Gubernur, Bupati boleh ikut parpol, boleh mengkampanyekan calon. 

Yang Di Atas Boleh, yang Di bawah Jangan. 

Ibarat, si Bapak ngelarang anaknya ngerokok, tapi si Bapak boleh ngerokok dan ngajak temannya ngerokok. 


Lalu Teguh Jiwandanu
Lalu Teguh Jiwandanu [Sahabat yang paling dekat adalah tulisanmu, maka menulislah]
More About Me

Post a Comment for "Yang Di Atas Boleh, tapi yang Di Bawah Jangan"