Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sisanya, berada di rumah.

Hal yang paling dihindari adalah mengagungkan profesi tertentu, bagi saya semua profesi itu setara, profesi presiden dan tukang sapu, yaa sama saja di mata saya. 

Saya kadang-kadang merasa tidak enak, ketika Pria Tua renta itu bersalaman, menunduk, merendah, mencium tangan bagian luar si Penguasa Muda itu. 

Apalagi mengagungkan profesi pribadi, tidaklah mungkin, tidak bermaksud meludahi sumur, bagi saya profesi apapun/tertentu itu tidak untuk di agungkan. Termasuk "Profesi Guru".

Mengagungkan profesi membuat orang jumawa, sombong dan angkuh, apalagi punya jabatan yang sementara itu. 

Kembali ke topik utama. 

Akhir-akhir ini profesi guru menjadi problematik, banyak kejadian, peristiwa, kecelakaan, kerusakan, korupsi, pungli, tersorot tersebar masif di sosial media, dan tidak sedikit menyalahkan guru dan bahkan menghina guru. 

Apakah itu membuat saya marah? Tentu tidak, saya sadar saya berada di negara berpaham demokrasi samar-samar ini. Yang mengkritisi bisa saja terkesan menghina, dan sebaliknya, semua tergantung kepentingan penguasa dan pengusaha. 

Kembali ke topik utama untuk kedua kalinya. 

Berhentilah mengandalkan guru di sekolah, bagi saya, akar permasalahan negara ini adalah "pemahaman" mengandalkan guru di sekolah.

Oke-oke, semua orang tau, kita sepakati, pendidikan adalah kunci majunya sebuah negara. Tapi banyak yang masih memahami kalau pendidikan itu hanya berada di sekolah, kampus, atau universitas saja. 

Tadi pagi jam 9, sahabat menelpon saya dari jarak 80KM, becerita panjang lebar, ada ketawa dan sedikit sedih, dia cerita, baru baru itu ia memarahi siswanya yang merokok di sekolah, bukannya berhenti merokok, siswa tesebut menadahkan rokoknya dengan muka santai tak ada rasa hormat. 

Di zaman ini, memiliki profesi guru sangat dilema, hanya guru yang paham betapa dilemanya menjadi guru. 

Memukul salah, bersikap santai salah. Tidak melakukan apa-apa salah. Bergerak juga salah. 

Selesai dia curhat bercerita, saya mengajak bersama sama untuk menarik nafas dalam-dalam. 

Fakta, siswa hanya berada di sekolah 6-7 Jam saja. Sisanya, berada di rumah

Guru tidak selamanya pada hari itu sempat mengajarkan nilai dan adab, mungkin saja hanya berfokus pada pengetahuan materi. 

Tuntutan profesi dan peluang kerja masa depan menuntut kita semua untuk menyampingkan nilai adab dan mengutamakan nilai raport pengetahuan. 

Terakhir, guru terbaik adalah orang tua dan sekolah terbaik adalah rumah. Guru yang di sekolah tidak bisa melarang anak merokok, jika guru di rumah merokok. 





Lalu Teguh Jiwandanu
Lalu Teguh Jiwandanu [Sahabat yang paling dekat adalah tulisanmu, maka menulislah]
More About Me

Post a Comment for "Sisanya, berada di rumah. "